Bersama si Merah (Bagian ke 2)

Halo sobat pembaca blog edukatif abad ini. Kali ini cerita saya kembali lanjutkan berkisar kehidupan saya bersama si “MERAH”. Sebelum saya ceritakan kepindahan saya ke cabang Taman Ratu, saya ceritakan terlebih dahulu awal pertemuan saya dengan owner (President Director) dari si “MERAH” yaitu Bapak Hindra Gunawan. Pertemuan ini bermula saat saya masih training di cabang Muara Karang. Di suatu malam, saya tidak ingat hari apa, tapi yang pasti tiba-tiba hadir sesosok pria yang menurut saya berparas baik dan berhati baik. Tiba-tiba pria ini mengajak saya bersalaman dan menanyakan nama saya. Spontan saya perkenalkan diri nama saya Rosyid Adrianto.

Akan tetapi, bodohnya saya tidak balik bertanya siapa nama pria tsb. Sepulang kantor saya bertanya-tanya siapa pria tadi. Kuberanikan diri tuk bertanya kepada pak Aris (Koordinator Cabang Muara Karang saat itu). Pak Aris tidak mengatakan secara langsung tapi pak Aris menjawab beliau adalah bos nya Bu Yati. Dalam hati “Oh My God itu tadi yang punya si “MERAH” bego banget saya saat itu”. OK pertemuan singkat tersebut yang entah mengapa membuat saya merasakan energi baru saat saya bekerja dg si “MERAH”.

Energi dalam si “MERAH” ini lah yang membuat saya seperti memiliki KEKUATAN. Semacam KEKUATAN aneh yg belum bisa saya pahami secara pasti. Pertama saat acara tahunan bulan Juni 2010 di gedung Garuda jalan Angkasa, Kemayoran, tiba-tiba saya menjabat tangan Pak Sukarno, yang mana sore harinya diumumkan pak Sukarno pindah tugas ke Cabang Sunter. Kedua secara samar2 saya bisa merasakan hal baik dan buruk yang akan terjadi pada saya. Paling sering saya melihat isi dompet yg uda tipis, tiba-tiba ada yang memberi uang.

Pernah jg kelaperan di kosan tiba-tiba yg punya kos ngasih makanan. Itu kejadian yg bagus, ada jg kejadian yg tidak bagus, tepatnya di bulan April 2014 kemarin. Di suatu malam saya dibangunkan oleh pak Kos yg telah menyelesaikan proyek jalan di rumah Sunter Agung Barat. Katanya ada kelebihan rejeki, saya diberi selembar uang kertas merah, malam itu pula ada suara samar pada telinga yg memberi tahu untuk jangan diterima. Tapi tetap saja saya terima karena tidak enak, dalam hati perasaan tidak tenang seperti akan ada yang hilang. Selang beberapa hari seingat saya hari Selasanya seperti biasa pulang kantor beli minuman di pasar malam Kemayoran.

Biasanya saya beli minuman tanpa mengeluarkan dompet karena uangnya sudah saya persiapkan di kantong. Tapi namanya sudah lupa malam itu saya keluarkan dompet di tengah keramaian pasar malam. Setelah membeli minuman, coba putar2 jalan kemayoran melihat proyek jalan yang baru dikerjakan dinas PU Jakarta. Nah saat melewati sebuah jalan di depan apartemen Kemayoran yg macet saya mengendarai pelan2 motor saya. Kemudian serasa ada pengendara lain yg mendekati, entah dompet saya yg keluar dari saku celana atau jatuh. Saya merasa ingin sekali mengejar pengendara tadi, tapi tiba-tiba niat itu urung saat melewati perempatan Jubilee School karena saya hendak belok kiri ke kosan, sementara pengendara tadi belok kanan. Apesnya saat tiba di depan kos, pagar kos tertutup. Mau tidak mau saya turun dari motor dan tangan meraba saku celana, celakanya saya merasa dompet saya telah hilang.

Langsung saya gas motor saya kembali memutari jalan yg saya lewati tadi. Berharap menemukan kembali dompet saya yg hilang. Tanya kepada penjual minuman tempat saya biasa beli, dan tanya orang di pinggir jalan. Tapi tidak ketemu juga. Seingat saya itu antara jam 21.30 – 22.0 kehilangannya. Sampai saya jalan kembali ke kosan, sesampainya di kosan saya bertemu dengan pak Kos dan minta tolong untuk membantu saya mencari dompet saya yg hilang.

Kami berputar2 mengelilingi jalan pasar malam Kemayoran. Bertanya kepada petugas setempat dan laporan kehilangan dompet. Berharap ada yg mengembalikan. Kami terus mencari pelan2 menyusuri jalanan malam yg cukup gelap di sana-sini. Sampai kami kembali ke kosan jam 11 malam. Saya sangat putus asa saat itu dan tak tahu lagi harus berbuat apa. Saya pasrahkan semuanya pada Yang Maha Kuasa, berharap Allah mengembalikan dompet beserta isinya. Maklum beberapa hari sebelumnya saya baru saja ambil uang di ATM saat hendak menghadiri resepsi pernikahan teman di si “MERAH”.

Sampai di kamar kos saya pasrah, ambil air wudhu. Solat sambil menangis, berdoa berharap dompet saya kembali karena isinya adalah surat2 berharga yg hanya mungkin bisa saya urus kembali jika saya pulang ke Surabaya. Tak terbayangkan banyaknya biaya yg harus saya keluarkan jika saya kehilangan surat2 tersebut. Semalaman saya berdoa sampai tak ingat tertidur jam berapa. Paginya jam 7 saya siap2 laporan ke kantor polisi setempat. Lapor bahwa saya kehilangan dompet beserta surat2 di dalamnya.

Setelah dibuatkan surat kehilangan saya bilang ke petugas di kantor polisi tersebut bahwa saya tidak punya apa-apa dan maaf saya tidak bisa memberi apa-apa. Beruntung petugas memahaminya. Hebatnya lagi di pagi hari itu banyak orang yang mengurus surat kehilangan. Setelah mengurus surat kehilangan saya ingin mengurus kartu ATM saya di bank yang dekat kosan saya. Karena Bank buka jam 8 pagi saya pulang dulu menunggu di kosan.

Nah saat menunggu di kosan saya seperti sadar dan tidak sadar karena masih kecapekan, tiba-tiba HP saya berbunyi. Saat saya angkat terdengar suara Pak Reza orang Maxindo yang menanyakan apakah saya kehilangan dompet. Pak Reza bilang ini ada Ibu Wati yang menghubunginya karena menemukan dompet. Langsung saya telepon nomor yang diberi Pak Reza dan menghubungi Ibu Wati. Setelah sekian bertelepon Ibu Wati bilang saat itu jam 7.45 sedang bekerja di kantornya di daerah Mangga Dua. Dengan motor saya langsung meluncur ke daerah Mangga Dua.

Alhamdulillah masih ada orang baik yang mau mengembalikan dompet saya. Sesampainya bertemu dg Ibu Wati saya lihat kartu dan surat2 berharga dalam dompet saya masi lengkap. Hanya saja uang yg baru saja saya ambil sudah tidak ada. Ironisnya setelah menerima selembar uang MERAH saya kehilangan 10 lembar uang MERAH. Sangat ironis, kembali saya bilang ke Ibu Wati mohon maaf tidak bisa memberi apa2, uang untuk bayar parkir saja tidak ada.

Beruntung Ibu Wati bisa memakluminya, saya berjanji suatu hari nanti pasti akan membalas kebaikan Ibu Wati. OK itu cerita kehilangan dompet. Ada lagi cerita tragis yang lain masih di bulan April tepatnya malam pergantian 27 ke 28 April 2014. Siangnya saya jalan2 ke sebuah tempat perbelanjaan karena paginya saat sarapan mie ayam saya lihat ada brosur diskon barang ini itu. Saya ingin sekali membeli kasur angin untuk kamar kosan saya.

Di tempat perbelanjaan itu saya kaget setengah mati karena ternyata di tempat itu dijual pula kursi roda. Malamnya saya diajak ngopi dg teman2 SMP-SMA saya dulu. Saya sempat ragu2 saat hendak berangkat ke tempat kedai kopi. Ada suara samar yg bilang sudah tidak usah berangkat dari pada rempong. Tapi tetap saja saya berangkat. Saat pulang pun saya merasa untuk mengamankan HP saya dalam tas tidak mengantunginya seperti biasanya dalam celana.

Saat pulang saya mencari rute jalan yg sepi berharap bisa sampai kosan dg cepat karena sudah jam 23.30 malam. Di jalan raya sekitar halte Busway daerah Rawamangun cukup kencang saya melajukan motor. Saat di lampu merah secara samar saya mendengarkan suara tuk memperingati saya agar mengendarai motornya pelan2 saja toh uda malam g bakalan macet. Tapi dasar saya tidak bisa melihat jalan sepi tetap saja melajukan motor dengan cukup kencang.

Alhasil di suatu titik terlihat dari kejauhan ada mobil yang akan putar balik. Saya yang sebelumnya ada di lajur kanan karena melajukan motor cukup kencang pindah ke lajur kiri. Tapi bukannya mengerem saya malah menambah gas motor. Nah saat memutar gas motor saya tidak melihat jalan yang saya lewati ternyata berlubang parah dan sangat panjang. Saya yang dg kondisi motor cukup kencang tidak bisa menyeimbangkan motor yang berkali2 goyang karena jalanan yang tidak rata itu sangat panjang kira2 hampir 50 meter.

Setelah bergoyang2 berkali2 di atas motor yg masih cukup kencang saya tidak kuat lagi dan saya jatuh. Saya jatuh seperti pembalap moto gp dengan motor dan badan sudah terpisah lalu masing2 terseret kira2 50 meter. Saya masih bisa bangun sendiri tapi tidak cukup kuat mengangkat motor saya, karena sepertinya ada memar di tangan saya. Lutut kanan saya rasanya perih juga, tapi saya paksakan plg malam itu juga. Alhamdulillah saya mengenakan jaket angkatan si “BIRU” jadi tangan saya tidak terluka parah. Tapi celana saya terlihat sobek di sana-sini. Kata orang yang menolong saya malam itu sudah ada 5 pengendara motor jatuh di tempat yg sama.

Saat pulang dg pelan2 (kelajuan rata2 20 km/jam) saya mengendarai motor dg kondisi perih di kaki dan tangan saya. Sampai di kosan saya masuk kamar mandi, membasuh semua luka dan membersihkannya dg obat luka. Paginya ingin saya tidak berangkat kerja, akan tetapi ada kewajiban yang harus saya selesaikan terlebih dahulu. Yaitu uji kompre seorang Guru Fisika yang harus diulang karena di pertemuan sebelumnya belum tuntas.

Sebelum berangkat kerja saya sempatkan terlebih dahulu mengirim motor saya ke bengkel motor langganan di Sunter. Saya minta agar motor saya diperbaiki, karena hancur lumayan parah di bagian depan. Saat berangkat ke kantor saya jalan kaki ke halte Busway SMP 140. Saat berjalan kaki saya hanya bisa menyeret2 kaki kanan saya yang sangat perih. Dan saat naik turun tangga saya tidak bisa menekuk kaki kanan saya karena sakitnya di daerah lutut.

Setelah urusan kantor selesai saya minta ijin ke Bu Alfi (HRD Manager) untuk pulang terlebih dahulu dan berobat ke rumah sakit yang biasa saya datangi. Namun karena kasihan akhirnya bu Alfi yang mengantar saya ke rumah sakit sampai saya dianter pulang ke kosan. Di rumah sakit saya didorong bu Alfi menggunakan kursi roda, kursi roda yang saya lihat di tempat perbelanjaan satu hari sebelumnya. Saya yg biasanya hanya mendengar suara samar2 kali ini apa yang saya lihat menjadi kenyataan. Sungguh KEKUATAN aneh yg belum bisa saya pahami.

Bekerja dg si “MERAH” bagaimana mungkin KEKUATAN yg saya rasakan tambah hari tambah kuat saja. Mungkin dulu saat saya di Surabaya atau saat masih belajar di Jember sempat merasakan KEKUATAN ini secara samar2 tapi tidak senyata ini. Setelah saya coba renungkan berhari2 saat saya istirahat di rumah karena sakit saya mencoba flash back beberapa peristiwa. Saya ingat saat saya dipindahkan ke cabang Taman Ratu, suatu hari (saya tidak ingat lagi tanggal berapa) cabang tsb kedatangan Bapak Hindra Gunawan dan Ibu Yati.

Di kedatangannya tersebut kami dimotivasi sedimikan hebatnya agar cabang tsb bisa mencapai target bulanan. Di suatu sesi pak Hindra mengajak kami untuk mngangkat kedua tangan dan melihat tangan mana yang lebih panjang. Saya katakan tangan kanan saya lebih panjang. Kemudian pak Hindra bilang bagi siapa yang tangan kanannya lebih panjang katakan dalam hati dg izin Tuhan agar tangan kirinya menjadi lebih panjang. Atau sebaliknya barang siapa yang tangan kirinya lebih panjang katakan dalam hati dg izin Tuhan agar tangan kanannya menjadi lebih panjang. Bagi teman2 pembaca yg tidak percaya bisa membuktikan sendiri.

Hanya saja teman2 harus mengatakan dalam hati agar teman2 masuk terlebih dahulu dalam kondisi penuh kekuatan tanpa batas atas izin Tuhan berkali2. Penuh percaya bahwa KEKUATAN itu hadir atas kuasa TUHAN. Saya yg tidak banyak berpikir mengikuti saja apa instruksi dari Pak Hindra Gunawan. Nah instruksi singkat inilah yang sepertinya mengaktifkan KEKUATAN bawah sadar saya untuk menerima semua informasi yang mungkin ditangkap oleh panca indera saya.

KEKUATAN ini berlanjut makin kuat saja. Saat kecil saya bisa merasakan kematian orang yang saya kenal saat melihat ada payung yang dibuka di dalam rumah. Tapi saya tidak bisa memastikan kapan dan siapa yang akan meninggal serta karena apa. Tapi itu terjadi semua saat Oktober 2001 adik saya bermain payung dalam rumah akibatnya beberapa hari kemudian budhe saya (kakak perempuan tertua dari ayah saya) meninggal dunia.

Berikutnya 2003 juga mirip kali ini saya melihat payung terbuka di dalam rumah saya di Jember saat itu hanya saja saya tidak tahu siapa yang membukanya. Dan beberapa hari kemudian keluarga kami dikabari bahwa budhe saya (kakak perempuan kedua dari ayah saya) meninggal dunia. Peristiwa lain Di 6 Desember 2003 beberapa hari setelah hari raya Idul Fitri nenek saya (ibu dari ibu saya) meninggal dunia di usia 70 tahun. Kejadian ini membuat saya merasa benar2 kehilangan orang penting. Bagaimana tidak hampir setiap liburan saya sekeluarga selalu berliburan di rumah nenek di Mojokerto.

Malam harinya saat saya sekelurga pulang kembali ke Surabaya sebelum pulang ke Jember, entah mengapa saat berpamitan dg nenek saya seperti tidak rela untuk pulang. Seperti mau menangis karena tidak bisa bertemu nenek lagi. Di sepanjang perjalanan pulang hati saya tidak tenang. Berkali2 pusing melihat kilatan cahaya lampu jalan raya. Lalu tanggal 6 pagi orang tua saya dikabari bahwa nenek telah tiada. Saya yg sudah plg terlebih dahulu ke Jember naik kereta jam 22.00 malam tidak bisa mengikuti prosesi pemakaman nenek.

Peristiwa lain adalah tentang nenek saya (ibu dari ayah saya) saat saya masih kuliah di Fisika Unair Surabaya. Saya merasakan sebuah perpisahan saat berkunjung ke rumah nenek di Krian, Sidoarjo. Saya sering main ke rumah nenek karena saat itu saya masih meminjam motor bulik saya (adik perempuan dari ayah saya). Bulik saya merawat nenek saya yang sudah lama sakit karena jatuh saat mengambil telur ayam di kandang peternakan yang dimiliki keluarga nenek saya di desa.

Di hari apa saya tidak ingat lagi, saya seperti ingin menangis ketika memijit kaki dan tangan nenek saya yang tidak bisa digerakkan lagi. Nenek saya tidak lagi dirawat di rumah sakit karena alat infus sudah tidak bisa lagi dilewatkan di tangannya. Sebab tangannya seperti tinggal kulit dan tulang saja, nenek saya berumur kisaran 90 tahun. Tergolong panjang umur juga nenek saya ini, saya merasakan akan kehilangan nenek di kemudian hari. Hingga akhirnya tanggal 14 September 2007 di bulan puasa Romadhon saya ditelpon paklik saya (adik laki-laki dari ayah saya) bahwa nenek saya telah meninggal dan akan dimakamkan malam itu juga.

Saya yang masih di kampus karena menjadi panitia kegiatan OSPEK kampus langsung pulang ke rumah bulik saya di karangrejo timur mengajak paklik saya (suami dari bulik saya) untuk ke rumah nenek. Dg cukup kencang hingga paklik saya cukup ketakutan ketika saya bonceng. Saya ingin buru2 ke rumah Krian khawatir nenek sudah dimakamkan. Malam itu ibu saya sudah ada di rumah Krian dan baru saja memandikan nenek bersama bulik saya.

Saya yg baru datang melihat nenek suduh tebujur kaku terbungkus kain kafan langsung berdoa dan membacakan surat Yasin. Malamnya sayang sekali ayah saya terlambat datang dan nenek saya sudah dimakamkan. Itu kejadian2 yang tak langsung saya rasakan sebelumnya. Tapi berbeda dg KEKUATAN yg saya rasakan sekarang ini setelah dibukakan KONDISI KEKUATAN TANPA BATAS saya oleh kata2 pak Hindra di cabang TAMAN RATU dulu.

Kata2 ini diperkuat kembali saat saya mengikuti training di Jambuluwuk Februari 2012. Saat itu pak Hindra kembali mengajak kami peserta training untuk masuk dalam KONDISI KEKUATAN TANPA BATAS. Alhasil kami mampu memotong sebatang pensil dg selembar kertas saat sesi latihan dan di sesi puncaknya kami mampu memotong sebatang besi tebal dg selembar kertas. Saya merasa jika saya percaya bahwa KEKUATAN itu datangnya dari Tuhan saya bisa melakukan apa saja.

Kali ini dg adanya KEKUATAN yg saya rasakan saat saya bekerja dg si “MERAH”, panca indera saya seperti bisa merasakan kejadian yang akan terjadi meskipun belum detil. Pernah pula di saat berlebaran tahun 2012 saat saya sekeluarga pulang ke Mojokerto ke rumah nenek. Seperti biasa saya solat berjamaah bersama ayah di Musholla dekat rumah dan ayah saya sebagai imamnya. Ayah saya sering dipercaya penduduk setempat untuk menjadi imam solat lima waktu. Namun malam itu berbeda saat kakak saya datang dg calon istrinya, saya yg datang ke Musholla lebih dahulu cukup lama menunggu ayah yg tidak datang2.

Karena qomat sudah dikumandangkan saya diminta pengurus Musholla untuk menjadi imam. Nah saat menjadi imam perasaan panas, gerah dan keringatan menyelimuti diri saya saat berdiri di depan makmum sepanjang solat Isya malam itu. Dg perasaan tidak tenang saya tetap menunggu kehadiran ayah saya. Hingga ayah saya sepertinya datang di rokaat terakhir solat Isya saya sengaja pelan2 saat mengimami solat Isya Malam itu berharap ayah saya masih sempat ikut solat berjamaah. Setelah solat dan berdoa saat pulang dari Musholla ayah saya bercerita kenapa tidak bisa mengimami solat Isya

Ayah saya menceritakan suatu kejadian hebat antara kakak saya dan tante saya di rumah. Sehingga ayah saya menenangkan keduanya terlebih dahulu sebelum berangkat ke Musholla. Memang keluarga kami ada banyak masalah tapi saya tidak menyangka akan terjadi masalah yang begitu besar hingga kakak saya langsung pulang ke Surabaya malam itu juga. Ibu saya langsung ke rumah kakek (ayah dari ibu saya). Kakek menempati rumah baru setelah setahun sepeninggal nenek.

Itu merupakan malam paling mencengangkan di rumah Mojokerto. Kejadian lainnya saat bulan Desember 2012 saat itu kamar saya bocor karena hujan lebat di siang hari. Saat itu masih ada ibu kos saya yang sudah lanjut usia. Beliau memberi saya makan siang setelah beres2 kamar. Di kemudian hari keluarga ibu kos saya hendak berziarah ke makam suaminya karena sudah lama tidak berziarah. Mendengar niat mereka mulut ini ingin melarang untuk tidak pergi karena jika jadi pergi nanti ibu kos saya akan pergi selamanya. Tapi karena mereka sudah niat dan tidak ingin menakut2i ya saya diam saja.

Selang berapa hari pulang kantor saya dapat kue dari ibu kos saya. Saya anggap ibu kos saya masih baik2 saja dan masih sehat wal afiat. Saya masuk kamar dan entah mengapa saya tidak bisa tidur hingga pagi. Hingga akhirnya mata saya bisa menutup tapi selang berapa menit kemudian di saat dini hari tiba-tiba saya dibangunkan oleh bapak kos saya (putra terakhir dari ibu kos saya) untuk memindahkan motor saya yang ada di halaman rumah.

Saya diberi tahu bahwa ibu kos saya baru saja meninggal tapi belum boleh bilang ke pengurus masjid kalau ada yang tanya menunggu matahari terbit nanti perwakilan dari keluarga yang akan lapor ke pengurus masjid. Bapak kos saya bilang menunggu anggota keluarganya kumpul terlebih dahulu. Khawatir jika terburu2 diumumkan nanti masyarakat ingin cepat2 memakamkan dan ada anggota keluarga yang belum datang tidak bisa mengantar ke tempat peristirahatan terakhirnya (seperti ayah saya).

Kejadian yang lain baru saja saya alami. Ketika lebaran 2013 saya sekeluarga seperti biasa ke rumah Krian. Kali ini kakek saya (ayah dari ayah saya) yang berumur 95 tahun terbaring lemas di atas kasur. Anggota badan kakek saya sudah tidak bisa digerakkan lagi karena pernah jatuh dari tempat tidur di Bulan Januari 2013. Saya yang tidak tega melihat kondisi kakek mengajaknya bicara dan mengaji. Karena di HP saya ada Al-Quran digital saya pasangkan ke telinga beliau agar beliau bisa mendengarkan ayat2 suci Al-Quran yang sedang dibaca.

Maklum di usianya yg sudah lanjut penglihatan kakek tidak begitu jelas. Di saat kakek mengaji saya merasakan telah mengikhlaskan kakek akan pergi suatu hari nanti. Saya bahagia kakek masih bisa mengaji meskipun dalam kondisi sakit. Bangga dan sedih menyelimuti perasaan saya saat itu. Setelah mengaji kakek saya tertidur terlelap sepertinya kecapekan. Keesokannya kakek saya minta dimandikan dan dipakaikan baju baru karena ingin berlebaran. Ingin bertemu dg cucu2 nya.

Kenangan singkat ini tidak bisa saya lupakan kakek dan nenek tempat saya berlibur pergi satu per satu. Ada perasaan kehilangan setiap mendengar kabar meninggalnya mereka. Kali ini saya harus kuat, saya harus ikhlas kalau kakek pergi suatu hari nanti. Dan 1 tahun berselang 26 Juni 2014 saya mendapat kabar dari ayah saya bahwa kakek telah meninggal jam 15.00. Saya yang masih di kantor bingung mencari tiket pulang ke Surabaya. Melihat tiket kereta tinggal kelas eksekutif yang harganya sangat mahal. Karena biasanya saya pulang naik kereta ekonomi yang murah harganya.

Saya cooling down dulu dg solat magrib. Setelah solat magrib saya melihat internet kembali tiket sudah habis. Saya mencoba alternatif pesawat yang harganya beda tipis dg kereta eksekutif. Melihat ada tiket pesawat paling murah saya pergi menuju agen tiket pesawat di sebelah kantor. Pertama sempat ditawari ci Maya (bagian Marketing di kantor si “MERAH”) untuk menhubungi Ibu Erin langganan kantor si “MERAH” memesan tiket pesawat. Tapi karena harga yang ditawarkan agen lebih murah dari pada harga dari ibu Erin, saya langsung menuju kantor agen tiket pesawat tersebut. Saya juga bingung bagaimana jadinya bertransaksi dg ibu Erin karena saya juga tidak punya printer untuk mencetak tanda booking pewawat.

Saya ambil tiket penerbangan pertama di Jumat pagi berharap masi bisa mengikuti acara pemakaman kakek. Tapi setelah dapat tiket pesawat ayah saya bilang bahwa kakek dimakamkan malam itu juga. Ya sudahlah mungkin memang tidak bisa bertemu lagi, toh saya masih ingat senyum kakek saya saat mengaji di lebaran 2013 silam. Malamnya sesampainya di kosan saya mengaji berdoa untuk kakek membacakan surat Yasin.

Jam 12 malam saya bangun karena lapar saya beli mie goreng di tempat langganan saya. Penjualnya adalah orang Jombang sehingga saya sering mengobrol karena bisa sama2 bahasa Jawa. Tak banyak orang yang ada di Jakarta bisa bahasa Jawa apalagi teman saya di si “MERAH” kebanyakan Sunda yang mana saya tidak tahu arti pembicaraan mereka. Saya bercerita bahwa kakek saya telah tiada dan akan berangkat ke bandara Soetta Cengkareng sebelum subuh. Setelah makan saya pulang dan mandi, kemudian mengemas barang yang akan dibawa ke Surabaya. Jam 2 pagi saya keluar kosan dan pamitan ke penjual mie asal Jombang tadi. Sepertinya ini pertemuan terakhir saya karena setelah saya kembali ke Jakarta belum ketemu lagi dg penjual mie ini.

Pintu keberangkatan bandara Soetta baru dibuka jam 3 pagi. Setelah naik taksi dari jalan Sunter Agung Barat (cukup jauh saya jalan kaki dari kosan) saya sampai di bandara jam 2.30 jadi lumayan lama menunggu sebelum pintu dibuka. Di dalam saya sempat bertemu dg orang Madura yg bekerja di Saudi Arabia, cukup lama beliau bercerita sambil menunggu pengurusan tiket pesawat yg kami naiki. Di dalam bandara saya menunggu sambil menonton sepak bola piala dunia. Karena jam 4.30 saya harus masuk pesawat saya ambil air wudhu dulu agar bisa solat di dalam pesawat.

Di penerbangan pertama saya di pagi hari saya lihat pramugari pesawat yg saya naiki cukup cantik2 juga. Ingin iseng merekam mereka saat menjelaskan standar prosedur keselamatan dalam pesawat tapi tidak jadi juga. Di ketinggian 33.000 kaki di atas permukaan laut spertinya telingaku sangat sakit sekali. Pun demikian pramugari cantik tadi dg centilnya menawarkan parfum2 yg bisa dibeli oleh penumpang pesawat. Saya yg niatnya ingin ziarah ke kubur kakek saya mengurungkan tawaran mereka. Sesampainya di bandara Juanda Sidoarjo saya bingung naik apa karena lumayan mahal juga kalau naik taksi dari bandara ke rumah kakek.

Untung ada tukang ojek saya naik ojek sambil banyak tanya2 dg tukang ojek tsb. Katanya dia punya sepetak tanah kering di daerah Tulangan yg mau dia jual murah. Kesempatan bagus nih pikirku yg mau cari rumah lumayan buat investasi masa depan. Sesampainya di rumah kakek saya minta no telepon tukang ojek tadi sapa tau butuh bantuannya lagi. Sampai di rumah saya minta diantarkan ke kuburan kakek, saya dianter adik saya karena ayah saya menjemput ibu saya di stasiun Sidoarjo.

Saya bacakan surat Yasin di Kuburan kakek, lalu saya pulang dan mencoba tidur di kamar kakek. Antara sadar dan tidak sadar saya mendengarkan ada suara yang meminta saya untuk menyampaikan pesan ke bulik saya yg sedang menghadapi masalah rumah. Suara tsb bilang bahwa budhe2 saya, kakek dan nenek saya ingin diziarahi didoai dan dingajii, jika bulik saya bisa melakukannya insha Allah bulik saya bisa terlepas dari masalah berat yg dihadapinya.

Teman2 bisa menyimpulkan sendiri apakah suara – suara yg saya dengarkan selama saya bekerja di si “MERAH” ini benar atau tidak. Teman2 boleh percaya atau tidak, tapi sekali lagi saya sampaikan bahwa semua itu datangnya dari Allah setiap kejadian Allah sudah mengaturnya. Imam saya di masjid Nurul Wathon Sunter Jakut pernah berceramah bahwa sanya malaikat Jibril sebenarnya tidak istirahat setelah selesai menyampaikan wahyu terakhir kepada Nabi Muhammad SAW. Malaikat Jibril terus bekerja menyampaikan tanda-tanda kebesaran ALLAH kepada umat manusia, hanya saja apakah manusia tsb mampu menerima tanda-tanda kebesaran ALLAH tadi. Allahu alam.

Cerita saya, saya cukupkan sampai sini terlebih dahulu masih banyak tugas kantor yg harus saya selesaikan terutama tugas animasi yg lumayan menyita waktu. Nanti akan saya perbanyak cerita detil saya mengajar di cabang Taman Ratu hingga saya kembali ke kantor pusat si “MERAH” di Sunter. Dan masih dg suara2 yg saya dengar selama bekerja dg si “MERAH” tunggu kelanjutannya besok di bagian ketiga ya.ok.

Akhirul kalam klo ada kebaikan semua itu datangnya dari Allah swt kalaupun masih banyak kekurangan pada tulisan saya itu semua tidak lepas dari kemampuan saya yang masih minim dan masih belajar untuk menulis. Jika lau banyak kesalahan itu semua karena saya manusia biasa yg tak lepas dari khilaf. Wabilatufik walhidayah. Wassalamualaikum Wr. Wb