Sisi Ekonomi Pengelolaan Sampah Terpadu Berkelanjutan

  1. Latar belakang

Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. (Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia, 2008)

Sampah seringkali merujuk pada zat sisa materi yang tak diinginkan (tak dibutuhkan) atau tak bermanfaat bagi manusia (baik individu/kelompok) setelah berakhirnya suatu kegiatan atau proses domestik. Berikut data sampah (limbah) yang diambil dari Kementerian PPN/Bappenas

(Kementerian PPN/Bappenas, 2021)

Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang/tidak memadai (pembuangan sampah yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai binatang (vektor) seperti lalat, kecoa, dan tikus yang dapat menimbulkan penyakit.

Potensi bahaya (resiko) kesehatan yang dapat ditimbulkan dari sampah antara lain sebagai berikut:

a. Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari sampah yang tidak dikelola dengan baik dapat bercampur dengan air yang kita minum.

b. Penyakit demam berdarah dapat juga meningkat dengan cepat di wilayah yang pengelolaan sampahnya tidak memadai (kurang baik).

c. Penyakit jamur juga bisa menular (misalnya jamur kulit seperti : kurap, panu dan tinea warna-warni).

d. Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu contohnya adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita (taenia). Cacing ini sebelumnya masuk ke dalam pencernakan binatang ternak (seperti domba, babi, kerbau dan sapi) melalui makanannya yang berupa sisa makanan/sampah. (Kusumamihardja, S, 1992)

Sampah beracun: Di Jepang, sekitar 40.000 orang meninggal setelah mengonsumsi ikan yang terkontaminasi merkuri (Hg). Merkuri ini berasal dari limbah yang dibuang ke laut oleh pabrik baterai dan akumulator. Oleh karena itu, mendorong masyarakat untuk mengklasifikasikan sampah jenis ini sangatlah penting.

  1. Teori

Berdasarkan sumbernya Ada 4 jenis

a. Sampah alam

Sampah (limbah) yang diproduksi hewan (satwa) dan tumbuhan di kehidupan liar diintegrasikan melalui proses daur ulang alami, seperti halnya dedaunan kering di hutan yang terurai di dalam tanah. Di luar kehidupan liar, sampah-sampah ini bisa menjadi masalah, misalnya daun-daun kering di kawasan pemukiman.

b. Sampah manusia

Sampah manusia (Inggris: human waste) adalah istilah yang biasa digunakan terhadap kotoran dari hasil-hasil pencernaan manusia, seperti feses (BAB) dan urin (BAK).

Sampah manusia (baca : kotoran manusia) dapat menjadi bahaya serius bagi kesehatan karena dapat digunakan sebagai vektor (media berkembangnya) penyakit yang disebabkan virus dan bakteri.

Salah satu perkembangan terpenting pada dialektika manusia adalah pengurangan penularan penyakit melalui kotoran manusia dengan cara hidup yang higienis dan sanitasi.

Hal ini juga mencakup perkembangan teori tata letak penyaluran pipa (plumbing). Sampah manusia dapat dikurangi dan digunakan kembali misalnya melalui sistem urinoir tanpa air.

c. Sampah konsumsi

Sampah konsumsi adalah sampah yang dihasilkan oleh pengguna barang (baca : manusia), dan oleh karena itu dibuang begitu saja. Ini adalah sampah yang biasanya dipikirkan orang.

Namun jumlah limbah pada kategori ini masih jauh lebih rendah dibandingkan jumlah limbah yang dihasilkan pada proses pertambangan dan industri.

d. Sampah radioaktif

Sampah nuklir merupakan hasil dari fusi nuklir dan fisi nuklir yang dihasilkan dari penguraian uranium atau thorium yang sangat berbahaya bagi lingkungan hidup terutama manusia.

Oleh karena itu limbah nuklir disimpan ditempat-tempat yang tidak memberikan potensi besar untuk pengembangan kegiatan yang dituju biasanya bekas tambang garam atau dasar laut (meskipun jarang namun kadang masih dilakukan).

Berdasarkan materi penyusun Ada 3 jenis

a. Sampah organik – dapat diurai (degradable)

Sampah organik merupakan sampah yang berasal dari bahan-bahan organik. Sampah organik mudah membusuk seperti sisa makanan, sayuran, daun-daun kering, dan sebagainya. Sampah ini dapat diolah lebih lanjut menjadi pupuk kompos. (Nancy, Yonada, 2021)

Contoh sampah organik di antara lain daun, kayu, cangkang telur, sisa-sisa kulit buah dan sayur, bangkai hewan, bangkai tumbuhan, kotoran hewan dan manusia.

b. Sampah anorganik – tidak terurai (undegradable)

Sampah anorganik merupakan sampah yang berasal dari bahan-bahan sintetis. Sampah anorganik tidak mudah membusuk, seperti plastik wadah pembungkus makanan, kertas, mainan berbahan plastik, botol dan gelas minuman, kaleng, karet, dan sebagainya. (Nancy, Yonada, 2021)

Beberapa sampah anorganik dapat diolah kembali dan dijadikan produk baru. Beberapa di antaranya seperti plastik wadah pembungkus makanan, botol dan gelas bekas minuman, kaleng, kaca, dan kertas, baik kertas koran, HVS, maupun karton.

c. Sampah bahan berbahaya dan beracun (B3)

Sampah B3 merupakan limbah dari bahan-bahan berbahaya dan beracun seperti limbah rumah sakit dan limbah elektronik.

Berdasarkan sifatnya Ada 2 jenis

a. Sampah padat

Sampah padat adalah segala bahan buangan selain kotoran manusia, urine dan sampah cair. Dapat berupa sampah rumah tangga: sampah dapur, sampah kebun, plastik, logam (metal), gelas dan lain-lain.

Menurut bahannya sampah ini dikelompokkan menjadi sampah organik dan sampah anorganik.

Sampah organik Merupakan sampah yang berasal dari barang yang mengandung bahan-bahan organik, seperti sisa-sisa sayuran, hewan, kertas, potongan-potongan kayu dari peralatan rumah tangga, potongan-potongan ranting, rumput pada waktu pembersihan kebun dan sebagainya.

Berdasarkan kemampuan diurai oleh alam (biodegradability), maka dapat dibagi lagi menjadi:

i) Biodegradable: yaitu sampah yang dapat diuraikan secara sempurna oleh proses biologi baik aerob atau anaerob, seperti: sampah dapur, sisa-sisa hewan, sampah pertanian, dan perkebunan.

ii) Non-biodegradable: yaitu sampah yang tidak bisa diuraikan oleh proses biologi.

Dapat dibagi lagi menjadi:

  • Recyclable: sampah yang dapat diolah dan digunakan kembali karena memiliki nilai secara ekonomi seperti plastik, kertas, pakaian dan lain-lain.
  • Non-recyclable: sampah yang tidak memiliki nilai ekonomi dan tidak dapat diolah atau diubah kembali seperti tetra packs, carbon paper, thermo coal dan lain-lain.

(Kementerian PPN/Bappenas, 2021)

b. Sampah cair

Sampah cair adalah bahan cairan yang telah digunakan dan tidak diperlukan kembali dan dibuang ke tempat pembuangan sampah.

i) Limbah hitam: sampah cair yang dihasilkan dari toilet.

Sampah ini mengandung patogen yang berbahaya.

ii) Limbah rumah tangga: sampah cair yang dihasilkan dari dapur, kamar mandi dan tempat cucian.

Sampah ini mungkin mengandung patogen. Sampah dapat berada pada setiap fase materi: padat, cair, atau gas.

Ketika dilepaskan dalam dua fase yang disebutkan terakhir, terutama sampah dalam bentuk gas, dapat dikatakan sebagai emisi. Emisi biasa dikaitkan dengan polusi.

Dalam kehidupan manusia, sampah dalam jumlah besar datang dari aktivitas industri (dikenal juga dengan sebutan limbah), misalnya pertambangan, manufaktur, dan konsumsi.

Hampir semua produk industri akan menjadi sampah pada suatu waktu, dengan jumlah sampah yang kira-kira mirip dengan jumlah konsumsi.

(Kementerian PPN/Bappenas, 2021)

  1. Ekonomi Sirkular

Ekonomi sirkular adalah sebuah sistem atau model ekonomi yang bertujuan untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi dengan mempertahankan nilai produk, bahan, dan sumber daya dalam perekonomian selama mungkin, sehingga meminimalkan kerusakan sosial dan lingkungan yang disebabkan oleh pendekatan ekonomi linear (Ellen MacArthur, 2015).

Ekonomi sirkular tak hanya membahas pengelolaan limbah yang lebih baik dengan lebih banyak melakukan daur ulang (menggunakan kembali). Akan tetapi ekonomi sirkular juga mencakup serangkaian intervensi (andil) yang luas di semua sektor ekonomi, seperti efisiensi sumber daya dan pengurangan emisi karbon (baik C, CO maupun CO2).

Ekonomi sirkular merupakan sistem industri yang bersifat restoratif dan regeneratif dengan suatu desain yang menggantikan konsep ‘akhir hidup’ produk ke arah penggunaan energi yang terbarukan, menghilangkan penggunaan bahan kimia beracun, serta bertujuan untuk penghapusan limbah melalui desain unggul bahan, produk, sistem, dan model bisnis. (Ellen MacArthur, 2014)

Pada sistem ekonomi sirkular, penggunaan sumber daya, sampah, emisi, dan energi terbuang diminimalisir dengan menutup siklus produksi-konsumsi dengan memperpanjang umur produk, inovasi desain, pemeliharaan, penggunaan kembali (reuse), remanufaktur, daur ulang ke produk semula (recycling), dan daur ulang menjadi produk lain (upcycling). (Chandra Asri Petrochemical, 2019)

Dalam konteks keberlanjutan produk plastik, konsep ekonomi sirkular dapat diterapkan melalui beberapa cara misalnya:
recycling plastik,
upcycling plastik sebagai campuran aspal,
– mengubah plastik bernilai ekonomi rendah menjadi bahan bakar atau energi, dan sebagainya.

(Geissdoerfer, M., Pieroni, M.P., Pigosso, D.C. and Soufani, K, 2020)

Selain itu, konsep ekonomi sirkuler adalah mengubah limbah menjadi keuntungan.

Diharapkan dengan menggunakan konsep ekonomi sirkuler, pendapatan global pada tahun 2030 mencapai $4.5 triliun dan meninggkat hingga $40 triliun pada tahun 2050.

Ekonomi sirkular terdiri dari tiga prinsip utama, yakni
– mengurangi sampah dan polusi,
– menggunakan produk atau bahan secara terus-menerus, dan
– memperbarui sistem alam.

Hal ini didasarkan atas meningkatnya penggunaan energi terbarukan (renewable energy) yang semakin dipercepat oleh adanya inovasi digital.

Ekonomi sirkular merupakan model ekonomi yang tangguh, distributif, beragam, dan inklusif.

Ekonomi sirkular adalah perwujudan konsep ekonomi yang menggabungkan pembangunan berkesinambungan dan penerapan ekonomi hijau.

  1. Solusi

Sebenarnya Ada banyak contoh solusi dalam pengolahan sampah.

Salah satu yang cukup menjanjikan adalah Mesin Pengolah Limbah Plastik menjadi Biji Plastik untuk skala Home Industry

Mesin pengolah limbah plastik merupakan satu baris mesin yang digunakan untuk mengolah limbah plastik menjadi biji plastik.

( Agus Widyianto, 2020 )

Dalam satu baris mesin ini terdiri dari 3 mesin yaitu :

a. Mesin giling / pencacah plastik;

Mesin ini berfungsi menghancurkan limbah plastik menjadi cacahan plastik sekaligus mencuci cacahan plastik. Mesin ini memiliki kapasitas 30 kg/jam.

b. Mesin pengering plastik;
Mesin ini berfungsi untuk mengeringkan cacahan plastik yang sudah dicuci sehingga bisa diproses selanjutnya ke ekstrusi plastik.

Proses pengeringan menggunakan panas dari mesin pengering dengan waktu kurang lebih 1 jam untuk mengeringkan 30 kg cacahan plastik.

Setelah diproses dengan alat ini akan menghasilkan plastik dengan tingkat kekeringan 90%. Kemudian dijemur dibawah sinar matahari agar dapat mencapai kekeringan 100%.

c. Mesin ekstrusi biji plastik;
Mesin ini berfungsi melelehkan plastik dan mengeksrusinya menjadi butiran biji plastik yang siap dijual sebagai bahan baku industri.

Cacahan plastik dimasukkan ke dalam hoper,saat motor listrik bekerja maka screw akan mendorong cacahan plastik menuju ke mulut silinder.

Pada dinding silinder telah diberi pemanas, sehingga saat cacahan plastik melawatinya akan meleleh.

Kemudian pada bagian ujung silinder diberi saringan dan alat pemotong agar menjadi biji plastik.

Selain itu sampah sisa makan dan sampah dari tanaman/tumbuhan bisa diolah menjadi pupuk kompos. Berdasarkan teknologi proses, ( Balai Teknik Air Minum dan Sanitasi Wilayah 2, 2010 ) pengolahan kompos dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Komposting aerobik, menggunakan oksigen (O2)
b. Komposting anaerobik, tanpa menggunakan oksigen (O2)

Salah satu metoda atau teknologi proses komposting secara aerobik ini yaitu Windrow composting.
Windrow composting didefinisikan sebagai sistem terbuka, pemberian oksigen secara alamiah, dengan pengadukan/pembalikan, dibutuhkan penyiraman air untuk menjaga kelembabannya.

1) Pemilahan
Pada pengomposan, sampah dipilah dan bahan organik biodegradable diproses menjadi kompos. Ada beberapa metode pemilahan yaitu :

  • Secara manual; dimana sampah dibongkar dan dipilah sepenuhnya dengan tenaga manusia.
  • Secara semi mekanis yaitu dengan bantuan ban berjalan yang dibantu oleh petugas pemilah;
  • Secara mekanis : Sampah berjalan di atas conveyor selanjutnya akan mengalami beberapa tahapan proses yaitu
    – Pemisahan logam besi dengan menggunakan magnet
    – Pemisahan sampah ringan dengan air separator
    – Pemisahan organik dengan saringan putar (rotary screen) atau saringan getar

2) Pencacahan
Pencacahan ini berfungsi untuk memperbesar luas permukaan kontak dari sampah sehingga mempercepat proses komposting.

Pencacahan pada skala kawasan :

  • Motor penggerak mesin cacah dihidupkan hingga stationer
  • Sampah organik dituangkan ke dalam hopper hingga tercacah dan keluar dalam bentuk serpihan dan ditampung untuk proses berikutnya

Pencacahan pada skala kota :

  • Sampah dituangkan ke lubang penerimaan (hopper).
  • Dengan menggunakan conveyor, sampah dimasukkan kedalam mesin cacah (chrusher)
  • Pencacahan dalam mesin dengan menggunakan penghancur (hammer)
  • Sampah yang telah hancur berjalan melalui conveyor menuju proses selanjutnya.

3) Proses Komposting

Windrow komposting :

  • Sampah organik ditumpuk diatas lorong udara sampai ketinggian 1,5 m membentuk lajur-lajur (row) dengan panjang sesuai rencana
  • Aliran udara dari lorong akan menyediakan udara/oksigen (O2) bagi proses dekomposisi yang berlangsung
  • Tumpukan sampah dibalik untuk menjaga agar kelembaban atau suhu selalu berada dalam batas yang diijinkan
  • Kompos akan terbentuk sekitar 5-6 minggu
  • Proses pematangan kompos perlu waktu 1-2 minggu

Proses Static Pile :

  • Sampah organik ditumpuk diatas lahan yang telah dilengkapi dengan sistem perpipaan porous untuk penghawaan
  • Aliran udara diberikan melalui perpipaan dengan bantuan blower
  • Kompos akan terbentuk sekitar 3-4 minggu
  • Proses pematangan kompos perlu waktu 1-2 minggu

4) Proses pematangan
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam composting adalah fase kematangan kompos. Kematangan kompos didefinisikan sebagai keadaan antara bahan organik mentah dengan busuk sempurna atau mati. Indikator yang biasanya digunakan sebagai indikasi kematangan kompos adalah :

  1. Suhu, setelah beberapa lama dalam keadaan termofilik suhu akan menurun mendekati suhu ruangan. Jika proses pengadukan tidak menyebabkan suhu meningkat kembali dan suhu sudah stabil, maka dapat dianggap kompos mencapai kematangan.
  2. Rasio C/N, selama proses berlangsung rasio C/N akan mengalami penurunan. Standard pengukuran kematangan kompos adalah rasio C/N ≤ 20.
  3. Bentuk fisik, secara sederhana untuk mengetahui kompos sudah matang atau tidak adalah dari bentuk fisik yang menyerupai tanah.
  4. Bau, jika kompos diambil dalam dua genggaman tangan, dimasukkan dalam kantong plastik dan diamkan selama 2 x 24 jam. Bila kantong plastik menggelembung dan panas atau waktu kantong dibuka menimbulkan bau yang menyengat, maka kompos belum matang.

5) Pengayakan
Berfungsi untuk memisahkan sampah halus dan sampah kasar, serta berfungsi untuk memisahkan antara sampah yang belum menjadi kompos dengan produk kompos.

Berikut data yang diambil dari Materi Pelatihan Berbasis Kompetensi Bidang Persampahan

Alternatif 1 :
secara anaerobic fakultatif, dengan penambahan inokulum EM4. Waktu proses komposting selama 30 hari.

Alternatif 2 :
secara aerobik, windrow komposting terbuka, dengan penambahan inokulum EM 4. Waktu proses komposting selama 30 hari.

  • Alternatif 1
    Perhitungan luas lahan komposting :
    Luas lahan komposting dihitung dengan kebutuhan lahan yang diperlukan untuk sorting (pemilahan), alat pencacah dan areal pematangan tiap 1 m³ sampah.

    Penghitungan Lahan sorting (pemilahan) awal
    Volume sampah input : 1 m³
    Sorting dilakukan dengan garpu penggaruk manual, kedalaman timbulan pada
    bak sorting : 0.5 m.
    Luas bak sorting = 1 / 0.5 = 2 m²
    Maka : panjang = 2 m, lebar = 1 m
    Luas total = Luas bak sorting (pemilahan) + luas jarak antara
    = 2 m² + 10 m² = 12 m².

    Apabila diperkirakan waktu yang diperlukan untuk memilah sampah dengan volume 1 m³ dengan 2 orang pekerja selama 30 menit, maka untuk 7 jam kerja dapat dipilah sampah sebesar 14 m³ sampah.

    Pencacahan
    Volume bahan yang dicacah = (0.8 x 14) m³/hari = 11.2 m³/hari (80% yang akan dimanfaatkan)
    Kapasitas alat pencacah mekanis : 2 m³/jam
    Dimensi alat : p x l x t = 1 x 2 x 1 m
    Dengan jam operasional alat selama 7 jam maka alat dapat mencacah sampah sebanyak 14 m³/hari.
    Kebutuhan luas penampung hasil cacahan :
    Tinggi = 1 m, Panjang = 1 m, Lebar = 1,5 m
    Luas total = luas penampung + luas alat + luas jarak antara
    Luas total = 1.5 + 2 + 13 = 16.5 m².

    Luas areal pematangan
    Volume hasil pencacahan = 11.2 m³/hari
    Desain waktu pengomposan : 30 hari pada anaerobic fakultatif composting dengan penambahan inokulum EM 4.

    Perhitungan luas area composting:
    V = 11.2 m³/hari x 30 hari = 336 m³
    Bila dimensi bak komposting :
    Tinggi = 1.2 m, Lebar = 1.5 m, Panjang bak = 186 m
    Luas area = Luas bak + luas jarak antara
    Luas area = 279 + 375 = 654 m²
  • Alternatif 2
    Luas areal pematangan
    Volume hasil pencacahan = 11.2 m³/hari
    Desain waktu pengomposan : 30 hari secara aerobic windrow komposting terbuka dengan penambahan inokulum EM 4.

    Perhitungan luas area composting:
    V= 11.2 m³/hari x 30 hari = 336 m³
    Luas penampang timbunan (UPDK, 1992)
    L1 = 0.6 m T2 = 0.6 m
    L2 = 1.75 m P = 10 m
    T1 = 1.5 m
    Luas penampang = {(1.75 + 1)/2}*1.5
    = 2.0625 m²
    ≈ 2 m²
    Kebutuhan panjang tumpukan = 336 m³ / 2 m³
    = 168 m²
    Luas area timbunan = 168 x 1.75 = 294 m²
    Kebutuhan luas lahan untuk composting secara aerobik dapat dilihat pada Tabel

( Balai Teknik Air Minum dan Sanitasi Wilayah 2, 2010 )

  1. Manfaat positif

Sebelum mengolah sampah plastik perlu dipisahkan (dipilah) terlebih dahulu ke beberapa jenis sebab masing – masing jenis memiliki manfaat yang berbeda – beda

a. Biji Plastik PETE (PolyEthylene Terephthalate)

Kegunaan biji plastik ini biasa untuk pembuatan botol mineral dan sejenis botol minuman kemasan lainnya.

Untuk biji plastik ini hanya boleh sekali pakai saja setelah pemakaian, karena jika digunakan secara berulang-ulang terutama jika menggunakan air panas akan mengakibatkan polimer botol meleleh dan mengeluarkan zat karsinogenik yang berbahaya dan dapat menyebabkan kanker.

b. Biji Plastik HDPE (High Density PolyEthylene)

Biji plastik ini lebih aman dibandingkan dengan jenis plastik PET karena dapat bertahan terhadap suhu yang tinggi.

Biji plastik ini sering digunakan sebagai bahan pembuatan botol diantaranya botol bayi, botol Tupperware, galon air minum, dan masih banyak lainnya.

Meskipun jenis biji plastik ini tidak menyarankan penggunaan secara berulang kali.

c. Biji Plastik PVC (PolyVinyl Chloride)

Biji plastik jenis ini merupakan jenis yang sulit untuk didaur ulang seperti plastik pembungkus.

Jangan pernah sekalipun menggunakan jenis ini untuk membungkus makanan karena jenis plastik ini memiliki kandungan yang sangat berbahaya bagi hati dan ginjal.

d. Biji Plastik LDPE (Low Density PolyEthylene)

Biji plastik yang satu ini cukup ramah lingkungan, karena dapat didaur ulang, baik digunakan sebagai minuman kemasan atau bungkus makanan.

e. Biji Plastik PP (PolyPropylene)

Biji plastik ini sama baiknya dengan jenis plastik LDPE, aman untuk digunakan sebagai tempat minum maupun pembungkus makanan.

Untuk jenis biji plastik ini kuat dan juga ringan dengan daya tahan uap yang rendah, kebanyakan jenis biji plastik ini digunakan untuk membuat botol minum untuk bayi.

Jenis biji plastik ini biasa digunakan untuk memproduksi kebutuhan umum orang-orang seperti ember, tali rafia, kantong kresek, sedotan, dan lain sebagainya.

f. Biji Plastik PS (PolyStyrene)

Kegunaan biji plastik ini untuk membuat botol minum atau makanan tapi hanya sekali pakai saja.

Jenis biji plastik ini mengandung bahan-bahan Styrene yang sangat berbahaya untuk kesehatan otak dan mengganggu hormon estrogen pada wanita yang dapat mengakibatkan masalah reproduksi dan sistem saraf jika penggunaannya lebih dari sekali atau bahkan berulang kali.

Kompos yang dihasilkan dari pengolahan sampah dedaunan/tanaman/sisa makanan juga memilik manfaat yang bisa memberikan dampak secara langsung.

Kompos didefinisikan sejenis pupuk organik, dimana kandungan unsur N, P dan K yang tidak terlalu tinggi , hal ini membedakan kompos dengan pupuk buatan. Kompos sangat banyak mengandung unsur hara mikro yang berfungsi membantu memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan porositas tanah sehingga tanah menjadi gembur dan lebih mampu menyimpan air (Tchobanoglous et al.,1993). Adapun manfaat dari kompos adalah :

  • Memperbaiki struktur tanah;
  • Sebagai bahan baku pupuk organik;
  • Sebagai media remediasi tanah yang tercemar (pemulih tanah akibat pencemaran bahan kimia yang toxic terhadap mikroba tanah);
  • Meningkatkan oksigen dalam tanah;
  • Menjaga kesuburan tanah;
  • Mengurangi kebutuhan pupuk inorganik.
  1. Potensi Pendapatan

Harga limbah plastik PET yang transparan jauh lebih tinggi ketimbang plastik PET yang berwarna.

Harga limbah plastik PET transparan dijual oleh pelestari sampah di kisaran harga Rp3.500 – Rp4.500/kg per kilogram.

Sedangkan PET berwarna di kisaran harga Rp1.800 – Rp2.200/kg.

Saat sudah terproses menjadi partikel biji plastik, harga jualnya berada di kisaran Rp8.000 – Rp12.500/kg.

Artinya Ada peningkatan Secara ekonomis dari 2 hingga 6 Kali lipat

Apabila sampah dedaunan atau sisa makanan diolah menjadi pupuk kompos maka akan memiliki nilai jual sekitar Rp 3000 hingga Rp 10 000 per kg.

Diasumsikan target minimal dari 3 ton sampah per minggu bisa dihasilkan dan terjual
– biji plastik 1,2 ton per minggu estimasi pendapatan Rp 12 juta per minggu
– kompos 1,1 ton per minggu estimasi pendapatan Rp 11 juta per minggu
– barang jadi 5 kw per minggu estimasi pendapatan Rp 5 juta per minggu
Total pendapatan Rp 28 juta per minggu atau Rp 112 juta per bulan
Hitungan kasar pendapatan 6 bulan adalah Rp 672 juta

Dengan biaya modal Rp 200 juta dan biaya operasional selama 6 bulan Rp 450 juta
(Rp 70 juta per bulan biaya listrik dan pegawai)
Sehingga setelah 6 bulan beroperasi diharapkan sudah bisa balik modal dan meraih keuntungan lebih dari Rp 20 juta
Namun ini baru bisa tercapai dengan asumsi target mingguan selalu tercapai.

Potensi pendapatan akan makin meningkat apabila bijih plastik diolah kembali menjadi barang jadi seperti gelas, piring, mangkok, meja, kursi, kerajinan tangan, pernak-pernik, asesoris atau berbagai furniture rumah tangga. Yang mana bisa memberikan peningkatan dari nilai harga jualnya dari puluhan ribu menjadi ratusan ribu bahkan jutaan bergantung keunikan dan kemanfaatan barang jadi yang dihasilkan.

(Admin Plastic Smartcities, 2022)

Di Indonesia telah banyak contoh yang telah memanfaatkan limbah sampah rumah tangga menjadi barang yang lebih memiliki nilai ekonomis. Contohnya :
Pengelolaan TPST Wiyung, Surabaya oleh Balai Teknik Air Minum dan Sanitasi Wilayah 2 (Balai Teknik Air Minum dan Sanitasi Wilayah 2, 2010)
Pengelolaan TPST yang terintegrasi secara digital oleh Pemkab Banyumas (Pemerintah Kabupaten Banyumas, 2023)

Daur ulang sampah plastik oleh Sumpah Sampah di Citeureup, Bogor (Admin Plastic Smartcities, 2022)

7. DAFTAR PUSTAKA

  1. Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia. 2008. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. Jakarta : Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69
  2. Kementerian PPN/Bappenas. 2021. Ringkasan Bagi Pembuat Kebijakan Manfaat Ekonomi, Sosial, Dan Lingkungan Dari Ekonomi Sirkular Di Indonesia. Jakarta : Kementerian PPN/Bappenas
  3. Kusumamihardja, S. 1992. Parasit dan Parasitosis pada Hewan Ternak Piaraan di Indonesia. Bogor: Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor.
  4. Nancy, Yonada. 2021. Bencana Akibat Sampah, Banjir hingga Longsor Sampahhttps://tirto.id/gaBZ
  5. Ellen MacArthur. 2015. Circular economy introduction. https://ellenmacarthurfoundation.org/
  6. Ellen MacArthur. 2014. Towards the Circular Economy: Accelerating the scale-up across global supply chains. World Economic Forum
  7. Chandra Asri Petrochemical. 2019. Circular Economy Our Way to Promote Waste Management. PT Chandra Asri Petrochemical TBK
  8. Geissdoerfer, M., Pieroni, M.P., Pigosso, D.C. and Soufani, K. 2020. Circular business models: A reviewJournal of Cleaner Production277: 123741.
  9. Agus Widyianto. 2020. Mesin Pengolah Limbah Plastik menjadi Biji Plastik untuk skala Home Industry. IGOV Expo
  10. Balai Teknik Air Minum dan Sanitasi Wilayah 2. 2010. Materi Pelatihan Berbasis Kompetensi Bidang Persampahan. Wiyung – Surabaya,
  11. Tchobanoglous, Theise and Virgil. 1993. Integrated solid waste: Ennggineering Principle and Management Issues. Singapore : Mc Graw Hill Book.
  12. Pemerintah Kabupaten Banyumas. 2023. Dirjen PSLB3 : Banyumas Terbaik dalam Pengelolaan Sampah, Banyumas : https://www.banyumaskab.go.id/
  13. Admin Plastic Smartcities. 2022. Sumpah Sampah Kelola Limbah Plastik Jadi Produk Bermanfaat. Bogor : https://www.plasticsmartcities.id/

pengelolaan sampah,pengelolaan sampah di indonesia,pedoman pengelolaan sampah,pengelolaan sampah di desa,kampung pengelolaan sampah,inovasi unit pengelolaan sampah mandiri,pengelolaan sampah rumah tangga,sampah bernilai ekonomi.,tantangan dan harapan pengelolaan sampah di indonesia,bank sampah,sampah,pengelolaan wilayah,sampah plastik,tantangan kelola sampah,pengolahan sampah,belajar menangani sampah,kelola sampah,kelola sampah mandiri,sampah perkotaan